Label

Jumat, 21 Februari 2014

Pemilu Pada Masa Orde Lama

Pemilu Pada Masa Orde Lama
Pemilu pertama di Indonesia dilaksanakan pad tahun 1955. Pemilu tahun 1955 dilakukan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu yang disebut dengan pemilu 1955 ini dilaksanakan pada saat pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.

Pelaksanaan pemilu pada tahun 1955 terbagi menjadi 2 tahap. Tahap pertama adalah pemilu untuk memilih anggota DPR. Pemilu untuk memilih anggota DPR dilaksanakan tanggal 29 September 1955. Tahap kedua adalah pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Pemilu untuk memilih anggota konstituante dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955. Pemilu tahun 1955 diikuti oleh 29 partai politik dan perseorangan. Dalam pemilu tahun 1955 tersebut terdapat empat partai besar yang muncul, yaitu Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia. Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu satu-satunya yang diadakan ketika zaman orde lama.

1.      Fungsi Pemilu
Saat itu, kita sudah memiliki UUD 1945 sebagai konstitusi negara, pancasila sebagai dasar negara, indonesia raya sebagai lagu kebangsaan, bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan, bendera merah putih sebagai bendera nasional, dan presiden-wakil presiden soekarno-hatta. Perangkat ini kemudian dilengkapi pula dengan adanya komite nasional indonesia pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945.
Semula fungsi KNIP adalah sebagai pembantu presiden, selanjutnya kemudian beralih menjadi DPR/MPR. Perjalanan berikutnya, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pembentukan partai politik. Sebagai realisasinya, pada November 1945 kabinet presidensial yang dipimpin presiden diganti oleh kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sultan syahrir diangkat sebagai perdana menteri dalam kabinet parlementer ini.
Dengan demikian, kabinet presidensial berlaku dari Agustus-November 1945, sedangkan kabinet parlementer dari November 1945-Desember 1948. Pascaagresi militer Belanda II (19 Desember 1945), negara indonesia terpecah belah dan mudah diadu domba dengan dibentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang menerapkan sistem politik demokrasi liberal. Kedaulatan rakyat diserahkan kepada sistem multipartai sehingga  muncul banyak partai di masyarakat. Akibatnya, suara rakyat terpecah-pecah ke dalam banyak partai dengan efek negatif adalah adanya sikap politik yang saling menjatuhkan antara partai satu dengan partai yang lainnya. Hal demikian sangatlah mungkin, mengingat pada masa itu tidak satu pun partai besar yang memiliki suara lebih dari 50% sehingga umur kabinet di masa demokrasi liberal tidak berusia panjang.
Peristiwa jatuh bangunnya kabinet dapat dilihat dalam data berikut ini:
a.       Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951)
b.      Merupakan kabinet pertama yang memerintah pada masa demokrasi liberal. Natsir berasal dari Masyumi.
c.       Kabinet Soekiman-Soewiryo (27 April 1951-3 April 1952)
d.      Kabinet ini dipimpin oleh  Soekiman-Soewiryo dan merupakan kabinet koalisi Masyumi-PNI
e.       Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
f.       Kabinet ini merintis sistem zaken kabinet, bahwa kabinet yang dibentuk terdiri dari para ahli dibidangnya masing-masing
g.      Kabinet Ali Sastrowijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
h.      Merupakan kabinet terakhir sebelum pemilihan umum, kabinet ini didukung oleh PNI-NU sedangkan Masyumi menjadi oposisi
i.        Kabinet Burhanudin Harahap dari Masyumi (12 Agustus 1955-3 Maret 1959)
j.        Kabinet Ali II (20 Maret 1955-14 Maret 1957), kabinet koalisi PNI, Masyumi, dan NU
k.      Kabinet Juanda (9 April 1957) merupakan zaken kabinet
Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo telah dipersiapkan pelaksanaan pemilu II pada 29 September 1955. Namun, justru kabinet tersebut menyerahkan mandatnya kepada presiden kemudian dilanjutkan oleh kabinet Burhanudin Harahap. Pada masa kabinet inilah pemilu 1955 terlaksana, yang dinilai banyak kalangan sebagai satu pelaksanaan pemilu Indonesia yang bersih.
Jatuh bangunnya kabinet di era ini terus berlanjut hingga tahun 1959. Terjadi kekacauan dikalangan konstituante yang tiada berakhir mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

2.      Tujuan pemilu
3.      Sistem pemilu
4.      Undang-undang pemilu
5.      Undang-undang tentang parpol



UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012
PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011
PENYELENGARA PEMILIHAN UMUM
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2011
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2009
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH MENJADI UNDANG-UNDANG
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008
Oleh sebab itu, dalam ilmu politik secara teoritis dikenal cara atau sistem memilih wakil rakyat agar mewakilki rakyat yang memilihnya. Berdasarkan kondisi tersebut di atas tyerdapat 3 (tiga) sistem pemilihan umum, yaitu :
a.       Sistem Distrik
Sistem distrik merupakan sistem pemilu yang paling tua dan didasarkan kepada kesatuan geografis, dimana kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen.Sistem distrik sering dipakai dalam negara yang mempunyai sistem dwi partai, seperti Inggris serta bekas jajahannya (India dan Malaysia) dan Amerika. Namu, sistem distrik juga dapat dilaksanakan pada satu negara yang menganut sistem multipartai, seperti di Malaysia. Di sini sistem distrik secara alamiah mendorong partai-partai untuk berkoalisi, mulai dari menghadapi pemilu.
                Sistem distrik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
1.       Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik itu, hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Wakil tersebut lebih condong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Wakil tersebut lebih independen terhadap partainya karena rakyat lebih memberikan pertimbangan untuk memilih wakil tersebut karena faktor integritas pribadi sang wakil. Namun demikian, wakil tersebut juga terikat dengan partainya, seperti untuk kampanye dan lain-lain.
2.       Sistem ini lebih cenderung ke arah koalisi partai-partai karena kursi yang diperebutkan dalam satu daerah, distrik hanya satu. Sehingga mendorong partai menonjolkan kerja sama ketimbang perbedaan, setidak-tidaknya menjelang pemilu, melalui stembus record.
3.       Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat terbendung, malah dapat melakukan penyederhanaan partai secara alamiah tanpa paksa. Di Inggris dan Amerika Serikat sistem ini menunjang bertahannya sistem dwipartai.
4.       Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, tidak perlu diadakan koalisi partai lain, sehingga mendukung stabilitas nasional.
5.       Sistem ini sederhana dan serta mudah untuk dilaksanakan.
Di samping keuntungan, sistem distrik juga memiliki beberapa kelemahan yaitu :
1.       Kurangnya memperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apabila golongan tersebut terpencar dalam beberapa distrik.
2.       Kurang representatif, dimana partai yang kalah dalam suatu distrik kehilangan suatu yang telah mendukungnya. Dengan demikian, suara tersebut tidak diperhitungkan lagi.
Kalau sejumblah partai ikut dalam setiap distrik akan banyak jumlah suara yang hilang, sehingga dianggap kurang adil oleh partai atau golongan yang dirugikan.
3.       Ada kecenderungan si wakil lebih mementingkan kepentingan daerah pemilihannya daripada kepentingan nasional.
4.       Umumnya kurang efektif bagi suatu masyarakat heterogen.
b.      Sistem Proporsional

Sistem perwakilan proposional adalah presentasi kursi DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilihan umum, khusus didaerah pemilihan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar